Jangan Matikan Jalur Rel KA Solo-Wonogiri !
Kereta Api. Jess...jess...tuuuut....tuuut... Inilah secuplik adegan masa kecil kita bila melihat kereta api melintas diatas rel. Sepintas memang tidak terlihat istimewa, hanya sebuah kereta api melintas begitu saja di atas rel. Bahkan, terkadang kita kerap disuguhi pemandangan permukiman kumuh dengan tebaran pakaian maupun kasur dijemur di tepi rel kereta.Berjalan beriringan dengan kendaran-kendaraan roda empat dan dua, kereta api ini berjalan dengan kecepatan sekitar 30 kilometer per jam. Bila anda beruntung, anda bisa merasakan keperkasaan lokomotif BB30003 berwarna biru muda dengan gambar empat sekawan tokoh pewayangan Jawa, Petruk, Gareng, Semar dan Bagong, yang dikenal dengan Punakawan.
Lokomotif inilah yang pada lima tahun lalu digunakan untuk menarik rangkaian KA wisata Solo-Wonogiri yang diresmikan Gubernur Jateng Mardiyanto. Perjalanan perdana KA wisata tiga gerbong itu dipandu almarhum Sinuhun Paku Buwono XII.
Saat ini, lokomotif BB30003 memang sudah tidak menarik kereta wisata Punakawan. Lokomotif buatan Krupp, Jerman tersebut telah berusia lebih kurang 40 tahun. Meski usianya cukup renta dengan kecepatan jalan maksimal 50 kilometer per jam, lokomotif ini setia mengangkut penumpang dari KA ekonomi Bengawan yang berangkat dari Jakarta.
Bayangkan, bepergian dengan kereta api yang membelah pusat sebuah kota. Dimana lagi bisa ditemui pengalaman dan pemandangan unik semacam ini di Indonesia kalau bukan di Solo ?
Keberadaan jalur rel di tepi Jalan Slamet Riyadi ini merupakan jaringan rel kereta api di Indonesia yang masih aktif digunakan dari dahulu hingga kini. Keunikan lain yang bisa anda dapat bila bepergian dengan kereta Solo-Wonogiri bukan hanya menikmati pemandangan Jalan Slamet Riyadi. Ada sebuah kekhasan lain yang dipancarkan rangkaian kereta ini, sebuah semangat kebersamaan dan ketulusan dari warga sekitar perlintasan rel yang dilewati kereta ini.
Bukan hanya di daerah stasiun Solokota, sepanjang perjalanan menuju Wonogiri, lebih dari belasan perlintasan tak berpalang pintu dilalui kereta ini. Dan tetap saja, ikatan kebersamaan dan kesetiakawanan itu tak pernah putus. Mulai dari tukang tambal ban, pemuda kampung, hingga petani membantu mengamankan perjalanan kereta Solo-Wonogiri.
Keberadaan jalur rel Solo-Wonogiri pun cukup unik dan bermakna. Menurut asisten masinis kereta Solo-Wonogiri Rochmad, yang bertugas waktu itu, jalur ini sekaligus batas pemisah wilayah kekuasaan dua kerajaan yang berpusat di Surakarta, Keraton Mangkunegaran dan Keraton Surakarta.
“Jalur ini sebenarnya lebih bersifat sosial daripada mendatangkan keuntungan. Lihat saja penumpang yang naik per hari rata-rata hanya terisi separuh gerbong, nahkan tak jarang hanya seperempat gerbong saja. Yah, lebih baik jalur rel ini tetap dilewati KA daripada dibiarkan terbengkalai, bisa-bisa nati jadi permukiman penduduk liar”, ujar masinis BB30003 Djoko Moeljo.
Jaringan rel sepanjang 39 kilometer ini bukan hanya bermanfaat bagi warga Wonogiri dan sekitarnya. Jaringan rel KA Solo-Wonogiri sudah sepatutnya menjadi aset PT. KA yang harus dilestarikan dan dipelihara, terkait dengan nilai sosial dan sejarah yang disandangnya.
+IMG_3399.jpg)




